Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyelenggarakan FGD tentang pemberdayaan perempuan di perdesaan, yang bertujuan untuk memperkuat kebijakan kesetaraan gender dan meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan desa yang inklusif di seluruh Indonesia.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta pada 6-8 November 2024, yang bertujuan untuk mengkaji dan meningkatkan kebijakan tentang pemberdayaan perempuan di pedesaan. Inisiatif ini berupaya untuk memajukan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di tingkat akar rumput, dengan menekankan peran perempuan dalam mendorong kemajuan desa.
FGD bertema “Penguatan Pemberdayaan Perempuan dalam Pembangunan Desa” ini menjadi wadah bagi para peserta untuk mengkaji ulang kebijakan pemberdayaan yang berlaku saat ini dan mengidentifikasi cara-cara untuk mendorong kesetaraan gender baik di tingkat nasional maupun di tingkat masyarakat. “Tujuan dari FGD ini adalah untuk mengevaluasi kembali kebijakan yang ada tentang pemberdayaan perempuan dan untuk mendorong optimalisasi kesetaraan gender, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat desa,” kata Eni Rukawiani, Pelaksana Tugas Sekretaris Deputi Bidang Pemerataan Pembangunan Daerah dan Penanggulangan Bencana di Kemenko PMK.
Kemenko PMK memandang pemberdayaan perempuan di desa sebagai komponen penting dalam mencapai pembangunan nasional yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan pilar keempat visi Astacita pemerintahan Prabowo-Gibran, yang mengutamakan kesetaraan gender sebagai tujuan nasional yang utama. Penguatan peran perempuan dalam pembangunan desa dipandang penting untuk membangun masyarakat yang tangguh, inklusif, dan tanggap terhadap berbagai kebutuhan seluruh warga negara.
FGD menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengumpulkan wawasan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kelompok perempuan. Peserta membahas konsep pemberdayaan dan strategi praktis yang dapat menjadi panduan bagi pemerintah desa saat mereka merumuskan rencana pembangunan yang partisipatif dan inklusif. Pendekatan ini menekankan keterlibatan akar rumput, memastikan bahwa suara perempuan terintegrasi ke dalam proses perencanaan dan implementasi.
Elan Satriawan, Kepala Tim Kebijakan di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), menggarisbawahi urgensi pengarusutamaan gender di Indonesia. “Indonesia telah menetapkan banyak peraturan dan meratifikasi perjanjian internasional tentang kesetaraan gender, namun kesenjangan masih sangat mencolok,” katanya. Salah satu indikator yang jelas adalah tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan, yang hanya 54,4 persen, jauh lebih rendah dari tingkat partisipasi laki-laki sebesar 84 persen. Statistik ini menyoroti kebutuhan berkelanjutan akan intervensi kebijakan yang dapat menjembatani kesenjangan gender ini, khususnya di daerah pedesaan di mana perempuan sering menghadapi hambatan sosial dan ekonomi tambahan.
Selain perwakilan dari Kemenko PMK, forum ini juga dihadiri oleh peserta dari berbagai lembaga pemerintah dan nonpemerintah, seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Kolaborasi lintas sektor ini merupakan bentuk komitmen bersama untuk mempercepat terwujudnya desa yang lebih inklusif dan peka terhadap isu kesetaraan gender.
Diskusi juga difokuskan pada penerapan dan peningkatan praktik pemberdayaan yang berhasil di seluruh wilayah. Peserta menekankan pentingnya membangun kapasitas kepemimpinan dan tata kelola lokal untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi ekonomi, pendidikan, dan kesehatan perempuan. Dengan memastikan bahwa perempuan terlibat aktif dalam pengambilan keputusan, masyarakat pedesaan dapat memperoleh manfaat dari proses pembangunan yang lebih seimbang dan representatif.(